- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Reporter: Ahmad Zaenudin
01 November, 2017dibaca normal 3 menit
Fitur hapus pesan ini mewakili tren dunia digital, yakni aplikasi yang punya fasilitas ephemeral (fana).
tirto.id - Suatu ketika, di tengah hari yang melelahkan, Faisal (23 tahun) mengirimkan pesan candaan lewat Whatsapp kepada temannya. Konten lucu tersurat jelas di pesan yang dikirim. Namun, balasan dari sang kawan tak juga datang. Yang masuk malah pesan dari teman yang tidak ia kirimi lelucon. Tak lama, Faisal sadar bahwa ia mengirim pesan pada orang yang salah.
Tak mau penggunanya mengalami hal semacam itu lagi, pekan ini WhatsApp menelurkan fitur baru di aplikasi mereka: kemampuan menghapus pesan agar tak sampai di layar ponsel penerima pesan.
Baca juga: WhatsApp Aplikasi Pesan Paling Populer di Dunia
Di laman resmi aplikasi milik Facebook itu, WhatsApp mengatakan bahwa fitur baru tersebut berguna untuk mengatasi permasalahan ketika sang pengirim pesan “mengirim ke tujuan yang salah atau terdapat kata-kata keliru.” Dengan 55 miliar pesan yang dikirim tiap hari atau lebih dari 20 triliun pesan yang dikirim tiap tahunnya sangat mungkin kesalahan-kesalahan demikian terjadi melalui aplikasi WhatsApp.
Salah satu masalah yang cukup mengganggu sejak lama di dunia berkirim pesan, baik melalui aplikasi seperti WhatsApp atau menggunakan cara konvensional seperti SMS, ialah typographical error atau typo: kesalahan mengetik ejaan atau menyusun kata. Di banyak kesempatan, orang yang melakukan typo cenderung berusaha memperbaiki kata yang keliru ia eja itu. Hal demikian dilakukan terutama jika typo sukses mengubah makna kata yang dikirim.
Jika menilik lebih jauh, typo sebenarnya tak hadir semata di zaman manusia menggunakan aplikasi perpesanan untuk berkomunikasi. Typo telah lahir semenjak manusia mengenal tulisan. Kala manusia mengenal mesin cetak, Errata (Erratum), sebuah buku/halaman khusus yang mencatat kata atau kalimat eror pada terbitan-terbitan buku di pertengahan abad ke-17, juga memasukkan kesalahan-kesahan typo pada buku-buku yang diterbitkan.
“Sejarah percetakan di awal kemunculannya menunjukkan dengan sangat kuat bahwa penulis dan mesin cetak tidak mengejar [ejaan] teks yang sempurna,” ucap Adam Smyth, peneliti sastra Inggris di University of Oxford kepada The Atlantic. “[Ini] kesalahan yang masuk akal."
Perbaikan-perbaikan yang termuat dalam Errata tidak dianggap hal yang memalukan. Ia lebih dilihat sebagai hasil kerja kolaborasi antara penulis dan pembaca, pihak yang umumnya memperhatikan dengan rinci kesalahan dari penulis.
Typo, sebagai sebuah kesalahan, sesungguhnya bukan berasal dari kebodohan atau ketidakpedulian penulis. Seorang psikolog bernama Tom Stafford mengatakan kepada Wired bahwa typo justru terjadi karena si penulis melakukan pekerjaan pintar.
“Saat seseorang sedang menulis, orang itu sedang mencoba menyampaikan makna. Ini tugas yang sangat berat,” ucapnya. Saat pekerjaan tingkat tinggi dilakukan, pada bagian tertentu otak bekerja dengan sederhana. Dalam proses menulis misalnya. Otak bekerja sederhana untuk mengubah huruf menjadi kata dan mengubah kata menjadi kalimat.
Sebaliknya, otak bekerja keras untuk mengubah kalimat menjadi suatu gagasan kompleks. Kesalahan-kesalahan ejaan yang terjadi ketika menulis lebih diakibatkan adanya persaingan antara versi tulisan yang sedang ditulis di dengan versi utuh tulisan di kepala sang penulis.
Penulis yang melakukan typo ialah penulis yang melewatkan bagian-bagian rinci di tulisan yang diketiknya karena otak si penulis telah memahami makna utuh melalui tulisan versi jadi di otak sang penulis. Dalam hal berkirim pesan, ini pun terjadi.
Dengan lahirnya fitur menghapus pesan pada aplikasi nomor wahid dalam urusan perpesanan, kasus-kasus typo maupun kesalahan lainnya bisa diselamatkan. Typo atau salah kirim? Hapus saja.
Fitur menghapus pesan pada WhatsApp efektif jika kita memakai aplikasi Whatsapp versi terbaru. Jika antara pengirim atau penerima belum memperbarui versi terbaru, pesan tidak bisa dihapus permanen di kedua sisi. Ada pula catatan lain: pesan yang hendak dihapus harus merupakan pesan yang tidak melebihi waktu 7 menit selepas pesan dikirim. Jika usia pesan lebih dari 7 menit, pesan tak bisa dihapus.
Fitur menghapus pesan di dua sisi sesungguhnya telah diujicobakan oleh WhatsApp sejak Februari lalu. Akun Twitter @WABetaInfo membocorkan perihal ujicoba WhatsApp atas fitur tersebut. Kala itu, WhatsApp versi 2.17.1.869 yang terpasang di iOS tertangkap basah memiliki fitur menghapus pesan di dua sisi.
Facebook dan Twitter adalah aplikasi yang menyimpan apapun yang diunggah penggunanya, sedangkan Snapchat sebaliknya. Aplikasi yang dibuat oleh Evan Spiegel dan Boby Murphy pada 2011 ini merupakan aplikasi media sosial yang mempopulerkan fitur self-destruction atas unggahan-unggahan yang dibuat penggunanya. Foto yang Anda unggah, sekian jam kemudian musnah.
Baca juga: Punya Fitur Status, WhatsApp Akhirnya Mengekor Snapchat
Meski kemampuan self-destruction dan menghapus pesan seperti dua hal yang berada, esensinya sebenarnya sama. Keduanya memungkinkan pengguna melenyapkan apa yang telah ia unggah ke dunia maya. Fana.
“Salah satu alasan mengapa fitur seperti ini populer ialah orang-orang sedang mengingatkan kembali betapa konteks [waktu] sangat penting,” ucap Lee Rainie, direktur Pew Research Center pada MIT technology Review. “Anda sebelumnya hanya memiliki sedikit pilihan yang memungkinkan unggahan yang dibagikan menghilang selamanya."
Lebih lanjut,Nico Sell, cofounder Wickr, sebuah aplikasi yang mirip dengan Snapchat, meyakini bahwa aplikasi bersifat fana adalah masa depan dunia digital. "Setiap aplikasi pesan instan, media sosial, atau aplikasi komunikasi apa pun akan memiliki kemampuan ephemeral.”
Ungkapan Sell terbukti benar. Hampir segala aplikasi komunikasi, baik aplikasi pesan instan maupun aplikasi media sosial, kini memiliki fitur yang dipopulerkan oleh Snapchat. Facebook, Instagram, dan WhatsApp memiliki fitur “Stories,” fitur yang memiliki kemampuan menghilang otomatis dalam waktu tertentu.
WhatsApp, WeChat, BBM, dan Telegram juga memiliki kemampuan menghapus atau menarik pesan yang telah dikirim. Line, dalam catatan, pun pernah memiliki kemampuan serupa pada 2014, sebelum ditiadakan tahun lalu 2016 dan digantikan kemampuan enkripsi.
Baca juga artikel terkait WHATSAPP atau tulisan menarik lainnya Ahmad Zaenudin
Tak mau penggunanya mengalami hal semacam itu lagi, pekan ini WhatsApp menelurkan fitur baru di aplikasi mereka: kemampuan menghapus pesan agar tak sampai di layar ponsel penerima pesan.
Baca juga: WhatsApp Aplikasi Pesan Paling Populer di Dunia
Di laman resmi aplikasi milik Facebook itu, WhatsApp mengatakan bahwa fitur baru tersebut berguna untuk mengatasi permasalahan ketika sang pengirim pesan “mengirim ke tujuan yang salah atau terdapat kata-kata keliru.” Dengan 55 miliar pesan yang dikirim tiap hari atau lebih dari 20 triliun pesan yang dikirim tiap tahunnya sangat mungkin kesalahan-kesalahan demikian terjadi melalui aplikasi WhatsApp.
Salah Ketik atau Salah Kirim? Hapus Saja
Kesalahan mengirim pesan memang suatu hal yang sangat lazim terjadi. Microsoft pernah mengklaim, tombol “backspace” merupakan tombol paling sering digunakan nomor 3 oleh pengguna. Ini membuktikan bahwa kesalahan dan usaha memperbaiki kesalahan merupakan hal jamak.Salah satu masalah yang cukup mengganggu sejak lama di dunia berkirim pesan, baik melalui aplikasi seperti WhatsApp atau menggunakan cara konvensional seperti SMS, ialah typographical error atau typo: kesalahan mengetik ejaan atau menyusun kata. Di banyak kesempatan, orang yang melakukan typo cenderung berusaha memperbaiki kata yang keliru ia eja itu. Hal demikian dilakukan terutama jika typo sukses mengubah makna kata yang dikirim.
Jika menilik lebih jauh, typo sebenarnya tak hadir semata di zaman manusia menggunakan aplikasi perpesanan untuk berkomunikasi. Typo telah lahir semenjak manusia mengenal tulisan. Kala manusia mengenal mesin cetak, Errata (Erratum), sebuah buku/halaman khusus yang mencatat kata atau kalimat eror pada terbitan-terbitan buku di pertengahan abad ke-17, juga memasukkan kesalahan-kesahan typo pada buku-buku yang diterbitkan.
“Sejarah percetakan di awal kemunculannya menunjukkan dengan sangat kuat bahwa penulis dan mesin cetak tidak mengejar [ejaan] teks yang sempurna,” ucap Adam Smyth, peneliti sastra Inggris di University of Oxford kepada The Atlantic. “[Ini] kesalahan yang masuk akal."
Perbaikan-perbaikan yang termuat dalam Errata tidak dianggap hal yang memalukan. Ia lebih dilihat sebagai hasil kerja kolaborasi antara penulis dan pembaca, pihak yang umumnya memperhatikan dengan rinci kesalahan dari penulis.
Typo, sebagai sebuah kesalahan, sesungguhnya bukan berasal dari kebodohan atau ketidakpedulian penulis. Seorang psikolog bernama Tom Stafford mengatakan kepada Wired bahwa typo justru terjadi karena si penulis melakukan pekerjaan pintar.
“Saat seseorang sedang menulis, orang itu sedang mencoba menyampaikan makna. Ini tugas yang sangat berat,” ucapnya. Saat pekerjaan tingkat tinggi dilakukan, pada bagian tertentu otak bekerja dengan sederhana. Dalam proses menulis misalnya. Otak bekerja sederhana untuk mengubah huruf menjadi kata dan mengubah kata menjadi kalimat.
Sebaliknya, otak bekerja keras untuk mengubah kalimat menjadi suatu gagasan kompleks. Kesalahan-kesalahan ejaan yang terjadi ketika menulis lebih diakibatkan adanya persaingan antara versi tulisan yang sedang ditulis di dengan versi utuh tulisan di kepala sang penulis.
Penulis yang melakukan typo ialah penulis yang melewatkan bagian-bagian rinci di tulisan yang diketiknya karena otak si penulis telah memahami makna utuh melalui tulisan versi jadi di otak sang penulis. Dalam hal berkirim pesan, ini pun terjadi.
Dengan lahirnya fitur menghapus pesan pada aplikasi nomor wahid dalam urusan perpesanan, kasus-kasus typo maupun kesalahan lainnya bisa diselamatkan. Typo atau salah kirim? Hapus saja.
Fitur menghapus pesan pada WhatsApp efektif jika kita memakai aplikasi Whatsapp versi terbaru. Jika antara pengirim atau penerima belum memperbarui versi terbaru, pesan tidak bisa dihapus permanen di kedua sisi. Ada pula catatan lain: pesan yang hendak dihapus harus merupakan pesan yang tidak melebihi waktu 7 menit selepas pesan dikirim. Jika usia pesan lebih dari 7 menit, pesan tak bisa dihapus.
Fitur menghapus pesan di dua sisi sesungguhnya telah diujicobakan oleh WhatsApp sejak Februari lalu. Akun Twitter @WABetaInfo membocorkan perihal ujicoba WhatsApp atas fitur tersebut. Kala itu, WhatsApp versi 2.17.1.869 yang terpasang di iOS tertangkap basah memiliki fitur menghapus pesan di dua sisi.
Aplikasi Fana
WhatsApp sesungguhnya bukanlah yang pertama menyematkan fitur penghapus pesan di dunia sisi. Esensi fitur tersebut telah lebih dahulu dipopulerkan oleh Snapchat. Jika Facebook maupun Twitter merupakan aplikasi yang menggunakan pendekatan perpetual atau abadi, Snapchat merupakan aplikasi dengan pendekatan ephemeral atau fana.Facebook dan Twitter adalah aplikasi yang menyimpan apapun yang diunggah penggunanya, sedangkan Snapchat sebaliknya. Aplikasi yang dibuat oleh Evan Spiegel dan Boby Murphy pada 2011 ini merupakan aplikasi media sosial yang mempopulerkan fitur self-destruction atas unggahan-unggahan yang dibuat penggunanya. Foto yang Anda unggah, sekian jam kemudian musnah.
Baca juga: Punya Fitur Status, WhatsApp Akhirnya Mengekor Snapchat
Meski kemampuan self-destruction dan menghapus pesan seperti dua hal yang berada, esensinya sebenarnya sama. Keduanya memungkinkan pengguna melenyapkan apa yang telah ia unggah ke dunia maya. Fana.
“Salah satu alasan mengapa fitur seperti ini populer ialah orang-orang sedang mengingatkan kembali betapa konteks [waktu] sangat penting,” ucap Lee Rainie, direktur Pew Research Center pada MIT technology Review. “Anda sebelumnya hanya memiliki sedikit pilihan yang memungkinkan unggahan yang dibagikan menghilang selamanya."
Lebih lanjut,Nico Sell, cofounder Wickr, sebuah aplikasi yang mirip dengan Snapchat, meyakini bahwa aplikasi bersifat fana adalah masa depan dunia digital. "Setiap aplikasi pesan instan, media sosial, atau aplikasi komunikasi apa pun akan memiliki kemampuan ephemeral.”
Ungkapan Sell terbukti benar. Hampir segala aplikasi komunikasi, baik aplikasi pesan instan maupun aplikasi media sosial, kini memiliki fitur yang dipopulerkan oleh Snapchat. Facebook, Instagram, dan WhatsApp memiliki fitur “Stories,” fitur yang memiliki kemampuan menghilang otomatis dalam waktu tertentu.
WhatsApp, WeChat, BBM, dan Telegram juga memiliki kemampuan menghapus atau menarik pesan yang telah dikirim. Line, dalam catatan, pun pernah memiliki kemampuan serupa pada 2014, sebelum ditiadakan tahun lalu 2016 dan digantikan kemampuan enkripsi.
Baca juga artikel terkait WHATSAPP atau tulisan menarik lainnya Ahmad Zaenudin
(tirto.id - zae/msh)
Keyword
Komentar